KONSEP JIT DAN CIM DALAM PENINGKATAN
FLEKSIBELITAS SISTEM MANUFAKTUR
FLEKSIBELITAS SISTEM MANUFAKTUR
A.PENDAHULUAN
Tulisan ini membahas pendekatan JIT (Just In Time ) dan kaitannaya dengan CIM dalam upaya peningkatan fleksibelitas system manufaktur. Digunakannya konsep JIT dan CIM karena kedua konsep tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga dapat saling melengkapi antar kedua konsep. Konsep ini juga dapat meningkatkan integrasi system manufaktur dan kemampuan pengiriman produk tepat waktu. JIT berusaha menekan terjadinya fariabelitas (variability reduction) dengan melakukan kerja antara pemasok,melakukan peliharaan preventif, standarisasi rancangan, perataan penjadwalan produksi dan perbaikan dengan fungsi manufaktur yang lainnya. CIM melakukan pengotomatisasian sistemmanufaktur dan melakukan integrasi dengan fungsi perusahaan (perancangan, perencanaan proses, perencanaan produksi, pengendalian produksi, pemasaran, akunting, dan sebagainya.).
Industri manufakur, terutama industri manufaktur yang dirancang untuk menangani variasi produk yang komposisinya dinamis dengan kecanggihan mutu produksi(geometrik, structural, mekanis) yang ditentukan cukup tinggi, menurut system produksi yang mampu menangani campuran produk (product-mix) dengan sifat diatas secara efisien dan produktif.
Salah satu cara untuk mengatasi kesulitan yang timbul akibat sifat dinamis perbedaan mesin yang dialami industri manufaktur diatas, adalah dengan meningkatkan fleksibelitas dari sistem produksi industri manufaktur sehingga dapat menangani campuran produk yang mencakup produk-produk dengan jangkauan bentuk dan ukuran yang luas dengan komposisi yang dapat berubah dalam waktu yang singkat. Tentunya hal ini harus dapat mewujudkan system produksi dengan waktu awal dan waktu non produktif tang rendah.
Dengan berkembangnya teknologi –teknologi baru seperti mekatronika (perpaduan elektronika dan mekanika) ditambah teknologi computer, dihasilkan sarana produksi seperti mesin perkakas CNC, system pengendalian sisitem produksi, system penanganan material otomatis manipulator (robot industri) dan sebagainya. Bersama dengan tekologi lain seperti dengan perkakas bentuk moduler, system perkakas potong standar an sebagainya, sarana-sarana diatas mendorong tumbuhnya system produksi yang mempunyai fleksibelitas tinggi, sehingga efisisensi dan produktivitas industri manufakur ang memakai system tersebut dapat di tingkatkan dengan cukup berarti. Sistem produksi ini disbut dengan Flaxibel Manufcturing System (FMS). Faktor utama flaksibelitas FMS modern terletak dari kemampuan penyediaan informasi dan pergantian system perkakas yang cepat dalam penggantian jenis produk serta karakteristik mesin perkakas CNC yang flaksibel.
Sebagi tulang punggung kegiatan operasional dan flaksibelitas system manufaktur adalah JIT dan CIM. Konsep Just in Time (JIT) dan Computer Integreted Manufacturing (CIM) mempunyai kesamaan dalam tujuan, yaitu meningkatkan tingkat respon (pelayanan yang lebih) terhadap permintaan konsumen. Dengan perkataan lain tujuan JIT dan CIM adalah pencapaian tingkat fleksibelitas system manufaktur setinggi mungkin.
Pada tulisan ini membahas konsep JIT dan CIM dalam upaya peningkatan fleksibelitas system manufaktur. Dalam tulisan ditunjukkan bahwa JIT dan CIM memiliki kesamaan dan perbedaan karakteristik meskipun keduanya sangat kontributif dalam usaha peningkatan fleksibelitas sisitem manufaktur dan peningkatan pengiriman (delivery) produk tepat waktu melalui penigkatan integrasi system dan kualitas produk yang dihasilkan pada tingkat biaya yang bisa di minimalisir.
B. KONSEP “JIT” (Sisitem Produksi Tepat Waktu)
Sistem produksi tepat waktu. Istilah ini diterjemahkan dari Just in Time (JIT) Production Sistem merupakan suatu konsep yang mencoba mempraktekkan secara tepat keinginan untuk menghilangkan atau meminimalisir inventori (stock produk ) yang ada. Dengan JIT, maka system produksi dirancang sedemikian rupa agar menghasikan unit produksi secara tepat dalam jumlah (kuantitas) serta watu yang diperlukan, tidak terlalu berlebihan dan tidak kekurangan.
Konsep JIT akan memandang proses manufaktur sebagai suatu proses yang terbentuk melalui sebuah jaringan kerja yang yang saling kaitmengait antara sentral –sentral kerja yang ada. Disini diperlukan suatu system pengaturan yang nyaris sempurna untuk mengendalikan kerja setiap individu operator dan mesin dari setiap stasiun kerja. Agar konsep JIT berjalan lancar , maka setiap operator harus berdisiplin untuk menyelesaikan tugasnya secara tepat waktu (tidak lebih dan tidak kurang) dan setiap menyerahkan hasil kerjanya tersebut ke operator atau proses berikut, tepat saat proses berikut tersebut membutuhkannya. Dengan demikian kalau proses ini bisa berlangsung secara sempurna, tidak akan ditemukan adanya antrian ataupun kejadian dimana material harus menunggu untuk diproses lebih lanjut (work in process). Konsep JIT ini jelas sekali bertentangan dengan pandangan yang justru melihat keberhasilan proses produksi diukur lewat tercapai atau dilebihkannya jadwal (target) produksi yang ditetapkan. Orientasi untuk meghilangkan”sisa” ataupun surplus ini didasarkan pada keinginan untuk membuat “safety stock” guna mengantisipasi bila terjadi hal-hal yang salah..
Orientasi konsep JIT berasal dari Jepang (Toyota Production System,1960) dan diawali sebagai pendekatan untuk mengatasi problem persedian (inventory), pengendalian kualias pelayanan dan perbaikan dalam hal perencanaan dan pengendalian produksi. Selain berupaya keras untuk menghasilkan mobil (Toyota) dengan kualitas yang lebih baik, maka manajemen Toyota juga berupaya untuk menekan biaya dengan cara ; (Wignjosoebroto,1994) :
· Menghilangkan ketidakseimbangan dalam proses produksi yang berlangsung dan menekan lead time
· Menghilangkan/menekan setiap bentuk pemborosan dalam setiap pemakaian sumber-sumber input
Selain itu tidak kalah pentingnya dengan JIT akan diupayakan untuk mencapai lead time ataupun delivery time secara tepat waktu.
JIT bukanlah suatu ilmu maupun teknologi yang memerlukan analisis kuantitatif ataupun kualitatif yang rumit,secara lebih tepatnya JIT bisa dikatakan sebagai metode pendekatan (approach), filosofi kerja ,konsep ataupun strategi manajemen yang maksud dan tujuan utamanya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses manufacturing (Chaitale, A.K.,al,1991). JIT adalah suatu filosofi manufacturing untuk menghilangkan “Waste” dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Dalam system produksi, aplikasi praktis dari JIT dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
· Memproduksi hanya dalam jumlah yang diperlukan saja (Small lot Sizes) dan menghindari adanya “stock” baik berupa bahan baku, bahan penunjang maupun produk akhir.
· “Built in Quality” untuk setiap proses tahapan yang berlangsung. Diupayakan untuk mencegah terjadinaya penyimpangan sejak dini dan segera mungkin mengambil tindakan koreksi yang sesuai.
· Menekan biaya (cost reduction) seminimal mungkin dengan eliminasi kondisi-kondisi kerja yang tidak seimbang (MURA) dan menekan terjadinya pemborosan-pemborosan yang tidak perlu (MUDA).
Dalam pelaksanaan system JIT ini merupakan kiat manajemen yang terbukti sukses diterapakan dalam menjawab tantangan dan problematika di sector industri manufaktur. Kebutuhan akan produk yang semakin variatif dengan jumlah permintaan yang teru berfluktuasi serba tidak pasti, disisi lain tuntutan akan kualitas yag lebih baik, biaya yang lebih rendah dan waktu penyerahan barang yang lebih singkat/tepat menurut manajemen industri yang merubah strategi maupun system produksi agar lebih flaksibel serta efisien.
C. KONSEP “CIM”(Computer Integrated Manufacturing)
Suatu system manufaktur pada dasarnya terdiri dari empat fungsi dasar yaitu (Setiasyah, I.1994) :perencanaan produk, proses, pengendalian dan proses data menjadi informasi. Penggunaan teknologi computer pada masing-masing fungsi tersebut menghasilkan teknologi CNC (Computer Numerical Control), FMS(Flaksibel Manufacturing System), CAD (Computer Aided Design), CAPP(Computer Proses Planning), CAM(Computer Aided Manufacturing), DNC (Direct/Distributed Numeric Control), dan CAPM (Computer Aided Production Management).
Untuk itu kaitannya FMS dengan CIM merupakan system terintegrasi yag terdiri dari mesin CNC, alat penanganan material otomatis, dan alat penanganan perkakas. Perkembangan jaringan computer yang memungkinkan menghubungkan fungsi CAD/CAPP/CAM dengan jaringan produksi dilantai DNC. Usaha untuk mengintegrasikan CAD/CAPP/CAM/DNC dengan system perencanaan dan pengendalian manufaktur /system informasi logistic disebut CAPM merupakan usaha untuk menuju CIM. Definisi CIM adalah (Wonoyodo D.E.,) :
“CIM is managemen philosophy in which the function of the design and manufacturing are rationalized and coordinated using computer,communication, and information technologies”.
Dari definisi diatas memperlihatkan bahwa elemen CIM adalah design dan manufakturing, dimana manufakturing melingkupi perencanaan produksi, pengendalian produksi dan proses produksi. Rationalized dalam konteks ini adalah system manufacturing dimana bahan baku yang akan dijadikan produk akhir dianalisa dengan benar supaya setiap elemen dan proses dapat dirancang untuk memberikan tingkat efisiensi kualitas produk yang lebih baik..
Untuk menuju CIM, aliran material dan informasi dilantai pabrik harus dimonitor secara akurat, agar gangguan pada operasi manufaktur dapat terdeteksi. Karena gangguan tersebut dapat menunda operasi dan dapat menyebabkan rencana produksi menjadi tidak valid. Kemungkinan ada kasus order produksi harus direalokasikan pada sumber lain dan rencana proses baru harus dibuat. Keadaan seperti ini membutuhkan kemampuan perencanaan proses yang “on-line” dan perencanaan produksi yang fleksibel. Kecepatan reaksi system manufaktur akan dipengaruhi oleh informasi kemajuan pekerjaan dan informasi lantai pabrik. Data informasi harus dianalisis dan hasilnya harus digunakan untuk melakukan penyesuaian model pada model yang digunakan untuk memprediksi perilaku sisitem manufaktur
Implementasi CIM memperlihatkan bahwa setengah dari kasus implementasi hanya mencapai fleksibelitas, sepertinya tidak memenuhi ekspektasi rancangan yang sebenarnya dan tidak mencapai tujuan return-on-investmen. Dua alasan utama ketidak berhasilan implementasi CIM adalah ketidakmampuan menggunakan system tersebut dan ketidakmampuan dalam mengenali teknologi yang ada sebelum mengenal sistemnya. Kebutuhan akan CIM merupakan usaha untuk menjawab system manufaktur sekarang dan masa depan.
Usaha untuk mengintegrasikan system manufakur, untuk menuju CIM, meliputi faktor-faktor berikut:
· Perencanaan : Investasi, Posisi pasar, pertumbuhan.
· Kapasitas : Tenaga kerja, kehandalan, posisi teknologi, fleksibilitas
· Produktivitas : Utilitas kapasitas, ‘Throughput’,kualitas.
D. KONSEP “FMS”(Flexible Manufacturing System)
Industri manufakur, terutama industri manufaktur yang dirancang untuk menangani variasi produk yang komposisinya dinamis dengan kecanggihan mutu produksi(geometrik, structural, mekanis) yang ditentukan cukup tinggi, menurut system produksi yang mampu menangani campuran produk (product-mix) dengan sifat diatas secara efisien dan produktif.
Salah satu cara untuk mengatasi kesulitan yang timbul akibat sifat dinamis perbedaan mesin yang dialami industri manufaktur diatas, adalah dengan meningkatkan fleksibelitas dari sistem produksi industri manufaktur sehingga dapat menangani campuran produk yang mencakup produk-produk dengan jangkauan bentuk dan ukuran yang luas dengan komposisi yang dapat berubah dalam waktu yang singkat. Tentunya hal ini harus dapat mewujudkan system produksi dengan waktu awal dan waktu non produktif tang rendah.
Dengan berkembangnya teknologi –teknologi baru seperti mekatronika (perpaduan elektronika dan mekanika) ditambah teknologi computer, dihasilkan sarana produksi seperti mesin perkakas CNC, system pengendalian sisitem produksi, system penanganan material otomatis manipulator (robot industri) dan sebagainya. Bersama dengan tekologi lain seperti dengan perkakas bentuk moduler, system perkakas potong standar an sebagainya, sarana-sarana diatas mendorong tumbuhnya system produksi yang mempunyai fleksibelitas tinggi, sehingga efisisensi dan produktivitas industri manufakur ang memakai system tersebut dapat di tingkatkan dengan cukup berarti. Sistem produksi ini disbut dengan Flaxibel Manufcturing System (FMS). Faktor utama flaksibelitas FMS modern terletak dari kemampuan penyediaan informasi dan pergantian system perkakas yang cepat dalam penggantian jenis produk serta karakteristik mesin perkakas CNC yang flaksibel.
Sebagi tulang punggung kegiatan operasional dan flaksibelitas system manufaktur adalah JIT dan CIM. Konsep Just in Time (JIT) dan Computer Integreted Manufacturing (CIM) mempunyai kesamaan dalam tujuan, yaitu meningkatkan tingkat respon (pelayanan yang lebih) terhadap permintaan konsumen. Dengan perkataan lain tujuan JIT dan CIM adalah pencapaian tingkat fleksibelitas system manufaktur setinggi mungkin.
Pada tulisan ini membahas konsep JIT dan CIM dalam upaya peningkatan fleksibelitas system manufaktur. Dalam tulisan ditunjukkan bahwa JIT dan CIM memiliki kesamaan dan perbedaan karakteristik meskipun keduanya sangat kontributif dalam usaha peningkatan fleksibelitas sisitem manufaktur dan peningkatan pengiriman (delivery) produk tepat waktu melalui penigkatan integrasi system dan kualitas produk yang dihasilkan pada tingkat biaya yang bisa di minimalisir.
B. KONSEP “JIT” (Sisitem Produksi Tepat Waktu)
Sistem produksi tepat waktu. Istilah ini diterjemahkan dari Just in Time (JIT) Production Sistem merupakan suatu konsep yang mencoba mempraktekkan secara tepat keinginan untuk menghilangkan atau meminimalisir inventori (stock produk ) yang ada. Dengan JIT, maka system produksi dirancang sedemikian rupa agar menghasikan unit produksi secara tepat dalam jumlah (kuantitas) serta watu yang diperlukan, tidak terlalu berlebihan dan tidak kekurangan.
Konsep JIT akan memandang proses manufaktur sebagai suatu proses yang terbentuk melalui sebuah jaringan kerja yang yang saling kaitmengait antara sentral –sentral kerja yang ada. Disini diperlukan suatu system pengaturan yang nyaris sempurna untuk mengendalikan kerja setiap individu operator dan mesin dari setiap stasiun kerja. Agar konsep JIT berjalan lancar , maka setiap operator harus berdisiplin untuk menyelesaikan tugasnya secara tepat waktu (tidak lebih dan tidak kurang) dan setiap menyerahkan hasil kerjanya tersebut ke operator atau proses berikut, tepat saat proses berikut tersebut membutuhkannya. Dengan demikian kalau proses ini bisa berlangsung secara sempurna, tidak akan ditemukan adanya antrian ataupun kejadian dimana material harus menunggu untuk diproses lebih lanjut (work in process). Konsep JIT ini jelas sekali bertentangan dengan pandangan yang justru melihat keberhasilan proses produksi diukur lewat tercapai atau dilebihkannya jadwal (target) produksi yang ditetapkan. Orientasi untuk meghilangkan”sisa” ataupun surplus ini didasarkan pada keinginan untuk membuat “safety stock” guna mengantisipasi bila terjadi hal-hal yang salah..
Orientasi konsep JIT berasal dari Jepang (Toyota Production System,1960) dan diawali sebagai pendekatan untuk mengatasi problem persedian (inventory), pengendalian kualias pelayanan dan perbaikan dalam hal perencanaan dan pengendalian produksi. Selain berupaya keras untuk menghasilkan mobil (Toyota) dengan kualitas yang lebih baik, maka manajemen Toyota juga berupaya untuk menekan biaya dengan cara ; (Wignjosoebroto,1994) :
· Menghilangkan ketidakseimbangan dalam proses produksi yang berlangsung dan menekan lead time
· Menghilangkan/menekan setiap bentuk pemborosan dalam setiap pemakaian sumber-sumber input
Selain itu tidak kalah pentingnya dengan JIT akan diupayakan untuk mencapai lead time ataupun delivery time secara tepat waktu.
JIT bukanlah suatu ilmu maupun teknologi yang memerlukan analisis kuantitatif ataupun kualitatif yang rumit,secara lebih tepatnya JIT bisa dikatakan sebagai metode pendekatan (approach), filosofi kerja ,konsep ataupun strategi manajemen yang maksud dan tujuan utamanya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses manufacturing (Chaitale, A.K.,al,1991). JIT adalah suatu filosofi manufacturing untuk menghilangkan “Waste” dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Dalam system produksi, aplikasi praktis dari JIT dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
· Memproduksi hanya dalam jumlah yang diperlukan saja (Small lot Sizes) dan menghindari adanya “stock” baik berupa bahan baku, bahan penunjang maupun produk akhir.
· “Built in Quality” untuk setiap proses tahapan yang berlangsung. Diupayakan untuk mencegah terjadinaya penyimpangan sejak dini dan segera mungkin mengambil tindakan koreksi yang sesuai.
· Menekan biaya (cost reduction) seminimal mungkin dengan eliminasi kondisi-kondisi kerja yang tidak seimbang (MURA) dan menekan terjadinya pemborosan-pemborosan yang tidak perlu (MUDA).
Dalam pelaksanaan system JIT ini merupakan kiat manajemen yang terbukti sukses diterapakan dalam menjawab tantangan dan problematika di sector industri manufaktur. Kebutuhan akan produk yang semakin variatif dengan jumlah permintaan yang teru berfluktuasi serba tidak pasti, disisi lain tuntutan akan kualitas yag lebih baik, biaya yang lebih rendah dan waktu penyerahan barang yang lebih singkat/tepat menurut manajemen industri yang merubah strategi maupun system produksi agar lebih flaksibel serta efisien.
C. KONSEP “CIM”(Computer Integrated Manufacturing)
Suatu system manufaktur pada dasarnya terdiri dari empat fungsi dasar yaitu (Setiasyah, I.1994) :perencanaan produk, proses, pengendalian dan proses data menjadi informasi. Penggunaan teknologi computer pada masing-masing fungsi tersebut menghasilkan teknologi CNC (Computer Numerical Control), FMS(Flaksibel Manufacturing System), CAD (Computer Aided Design), CAPP(Computer Proses Planning), CAM(Computer Aided Manufacturing), DNC (Direct/Distributed Numeric Control), dan CAPM (Computer Aided Production Management).
Untuk itu kaitannya FMS dengan CIM merupakan system terintegrasi yag terdiri dari mesin CNC, alat penanganan material otomatis, dan alat penanganan perkakas. Perkembangan jaringan computer yang memungkinkan menghubungkan fungsi CAD/CAPP/CAM dengan jaringan produksi dilantai DNC. Usaha untuk mengintegrasikan CAD/CAPP/CAM/DNC dengan system perencanaan dan pengendalian manufaktur /system informasi logistic disebut CAPM merupakan usaha untuk menuju CIM. Definisi CIM adalah (Wonoyodo D.E.,) :
“CIM is managemen philosophy in which the function of the design and manufacturing are rationalized and coordinated using computer,communication, and information technologies”.
Dari definisi diatas memperlihatkan bahwa elemen CIM adalah design dan manufakturing, dimana manufakturing melingkupi perencanaan produksi, pengendalian produksi dan proses produksi. Rationalized dalam konteks ini adalah system manufacturing dimana bahan baku yang akan dijadikan produk akhir dianalisa dengan benar supaya setiap elemen dan proses dapat dirancang untuk memberikan tingkat efisiensi kualitas produk yang lebih baik..
Untuk menuju CIM, aliran material dan informasi dilantai pabrik harus dimonitor secara akurat, agar gangguan pada operasi manufaktur dapat terdeteksi. Karena gangguan tersebut dapat menunda operasi dan dapat menyebabkan rencana produksi menjadi tidak valid. Kemungkinan ada kasus order produksi harus direalokasikan pada sumber lain dan rencana proses baru harus dibuat. Keadaan seperti ini membutuhkan kemampuan perencanaan proses yang “on-line” dan perencanaan produksi yang fleksibel. Kecepatan reaksi system manufaktur akan dipengaruhi oleh informasi kemajuan pekerjaan dan informasi lantai pabrik. Data informasi harus dianalisis dan hasilnya harus digunakan untuk melakukan penyesuaian model pada model yang digunakan untuk memprediksi perilaku sisitem manufaktur
Implementasi CIM memperlihatkan bahwa setengah dari kasus implementasi hanya mencapai fleksibelitas, sepertinya tidak memenuhi ekspektasi rancangan yang sebenarnya dan tidak mencapai tujuan return-on-investmen. Dua alasan utama ketidak berhasilan implementasi CIM adalah ketidakmampuan menggunakan system tersebut dan ketidakmampuan dalam mengenali teknologi yang ada sebelum mengenal sistemnya. Kebutuhan akan CIM merupakan usaha untuk menjawab system manufaktur sekarang dan masa depan.
Usaha untuk mengintegrasikan system manufakur, untuk menuju CIM, meliputi faktor-faktor berikut:
· Perencanaan : Investasi, Posisi pasar, pertumbuhan.
· Kapasitas : Tenaga kerja, kehandalan, posisi teknologi, fleksibilitas
· Produktivitas : Utilitas kapasitas, ‘Throughput’,kualitas.
D. KONSEP “FMS”(Flexible Manufacturing System)
Beberapa teknologi yang baru dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan produksi dan produktifitas, akhir-akhir ini dapat disebut kemajuan dalam system-sistem mekanik, elektronik dan computer yang terpadu (mekatronika) yang menghasilkan teknologi baru seperti mesin perkakas CNC, robot industri, pembawa barang otomatis dan sebagainya.
Metode-metode baru yang dikembangkan untu menangani system produksi JO/BP adalah konsep-konsep tentang industri, sistim produksi yang berorientasi pada pembuatan komponen standar, teknologi kelompok pengelolaan produksi ‘on-line’, produsi modular dan fleksiibilitas manifaktur (Flexible Manufacturing system). Berkembangnya metode ini dengan pesat sangat didukung oleh kemajuan teknologi-teknologi yang akhirnya menimbulkan konsep CIM (Computer Integrated Manufacturing).
Pada dasarnya tujuan pemakaian metode dan teknik baru adalah untuk menurunkan waktu usaha yang dibutuhkan pada system manufaktur JO/Bp untuk kegiatan perencanaan proses, penjadwalan,pengaturan pembenaan, penyiapan fasilitas produksi dan pengendalian produksi yang timbul akibat banyaknya variansi produk yang harus ditangani. Salah satu cara untuk menurunkan waktu melalui usaha pendektan metode penanganan system JO/BP dengan metode teknologi kelompok (Group Teknologi) atau dengan metode/konsep manufaktur fleksibel.
Fleksibelitas disini diartikan sebagai sekumpulan karakteristik pada sistim produksi dapat dipakai untuk mendukung perubahan secara cepat dalam kegiatan atau kemampuan sistim produksi tersebut. Jenis-jenis fleksibilitas yang dapat dikembangkan untuk suatu sistim produksi tertentu beraneka ragam. Jenis-jenis fleksibilitas itu antara lain:
a. Fleksibilitas Mesin.
Didefinisikan sebagai kemampuan mesin dalam melaksanakan beraneka ragam proses permesinan. Mesin yang fleksibel dapat melakukan sejumlah proses yang beragam pada jumlah jenis komponen dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi. Dalam industri manufaktur, mesin CNC memiliki kriteria fleksibelitas dengan tingkatan yang tinggi.
b. Fleksibilitas aliran kerja(Rounting)
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk mengalihkan proses permesinan yang harus dikerjakan pada mesin perkakas sebagai alternative dalam urutan proses yang berbeda atau dengan sarana yang berbeda.
c. Fleksibilitas komposisi kelompok produk.
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk menangani suatu kelompok produk yang terdiri dari berbagai jenis produk. Ini berarti bahwa mesin-mesin perkakas dalam system tersebut harus mempunyai kemampuan untuk menyimpan informasi dan perkakas yang cukup untuk menangani yang lebih dari satu jenis produk.
d. Fleksibilitas campuran produksi
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi menampung perubahan campuran produk yang ditangni secara cepat dan murah. Fleksibilitas ini dapat dipakai untu mengubah campuran produk sebagai respon terhadap perubahan pasaran, beroprasi dengan dasar membuat atas pesanan atau untuk mengimplementasikan perubahan dalam desain produk.
e. Fleksibilitas jangkauan produksi
Didefinisikan sebaagai kemampuan system produksi untuk menghasilkan suatu jangkauan variasi produk yang luas tanpa menambah peralatan modal yang baru, walaupun penambahan perkakas dan sarana lain yang rel;atif murah tetap dibutuhkan.
f. Fleksibilitas perluasan/penambahan kemampuan produksi
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk menambah kapasitasnya atau meluaskan variasi produk yang dapat ditangani.
E. PADUAN SISTEM “JIT dan CIM” DALAM FLEKSIBELITAS
Sistem manufaktur yang teritegrasi adalah system yang seluruh kegiatan di koordinasikan satu sama lain. Integrasi ini mencakup spectrum manufaktur dan pada spectrum hubungan pemasok, perusahaan dan konsumen. Pilar yang menunjang system terintegrasi adalah Just intime, Total Qualiti Management (TQM), dan Computer Integrated Manufacturing, (Halim,AH., 1994). Suatu system yang terintegrasi dengan baik akan menapatkan total waktu proses yang lebih pendek, untuk melakukan koordinasi maka fungsi pemasaran, pembelian dan rancang bangun harus didekatkan dengan fungsi manufaktur yang tidaklain merupakan fungsi yang terkena dampak variabilitas tersebut. JIT dan CIM dalam usaha peningkatan fleksibelitas system manufaktur mempunyai konsep dan pendekatan yang berbeda. JIT terfokus pada cara meminimumkan tingkat persediaan atau zero Inventory. Terjadinaya variabilitas dapat ditekan dengan konsep JIT yaitu dengan melakukan kerja sama yang erat dengan pemasok agar pengiriman bahan lebih bisa dipastikan, melakukan tindakan presensif/ penangulangan dalam pemeliharaan, standarisasi rancangan komponen, peralatan penjadwalan produksi dan sebaginya. Sedangkan pendekatan CIM memberikan variabilitas itu terjadi dan kemudian mengatasi variabilitas tersebut dititik dampak yaitu disfungsi manufaktur. Otomatisasi, peningkatan kemampuan komputer, robot, CNC, dan teknologi tinggi adalah langkah untuk memperbaiki tingkat integrasi system manufaktur dengan seluruh fungsi perusahaan, yang antara lain: Perancangan, Perencanaan proses, perencanaan produksi, pengendalian produksi, pemasaran, akunting dan sebagainya.
Metode-metode baru yang dikembangkan untu menangani system produksi JO/BP adalah konsep-konsep tentang industri, sistim produksi yang berorientasi pada pembuatan komponen standar, teknologi kelompok pengelolaan produksi ‘on-line’, produsi modular dan fleksiibilitas manifaktur (Flexible Manufacturing system). Berkembangnya metode ini dengan pesat sangat didukung oleh kemajuan teknologi-teknologi yang akhirnya menimbulkan konsep CIM (Computer Integrated Manufacturing).
Pada dasarnya tujuan pemakaian metode dan teknik baru adalah untuk menurunkan waktu usaha yang dibutuhkan pada system manufaktur JO/Bp untuk kegiatan perencanaan proses, penjadwalan,pengaturan pembenaan, penyiapan fasilitas produksi dan pengendalian produksi yang timbul akibat banyaknya variansi produk yang harus ditangani. Salah satu cara untuk menurunkan waktu melalui usaha pendektan metode penanganan system JO/BP dengan metode teknologi kelompok (Group Teknologi) atau dengan metode/konsep manufaktur fleksibel.
Fleksibelitas disini diartikan sebagai sekumpulan karakteristik pada sistim produksi dapat dipakai untuk mendukung perubahan secara cepat dalam kegiatan atau kemampuan sistim produksi tersebut. Jenis-jenis fleksibilitas yang dapat dikembangkan untuk suatu sistim produksi tertentu beraneka ragam. Jenis-jenis fleksibilitas itu antara lain:
a. Fleksibilitas Mesin.
Didefinisikan sebagai kemampuan mesin dalam melaksanakan beraneka ragam proses permesinan. Mesin yang fleksibel dapat melakukan sejumlah proses yang beragam pada jumlah jenis komponen dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi. Dalam industri manufaktur, mesin CNC memiliki kriteria fleksibelitas dengan tingkatan yang tinggi.
b. Fleksibilitas aliran kerja(Rounting)
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk mengalihkan proses permesinan yang harus dikerjakan pada mesin perkakas sebagai alternative dalam urutan proses yang berbeda atau dengan sarana yang berbeda.
c. Fleksibilitas komposisi kelompok produk.
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk menangani suatu kelompok produk yang terdiri dari berbagai jenis produk. Ini berarti bahwa mesin-mesin perkakas dalam system tersebut harus mempunyai kemampuan untuk menyimpan informasi dan perkakas yang cukup untuk menangani yang lebih dari satu jenis produk.
d. Fleksibilitas campuran produksi
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi menampung perubahan campuran produk yang ditangni secara cepat dan murah. Fleksibilitas ini dapat dipakai untu mengubah campuran produk sebagai respon terhadap perubahan pasaran, beroprasi dengan dasar membuat atas pesanan atau untuk mengimplementasikan perubahan dalam desain produk.
e. Fleksibilitas jangkauan produksi
Didefinisikan sebaagai kemampuan system produksi untuk menghasilkan suatu jangkauan variasi produk yang luas tanpa menambah peralatan modal yang baru, walaupun penambahan perkakas dan sarana lain yang rel;atif murah tetap dibutuhkan.
f. Fleksibilitas perluasan/penambahan kemampuan produksi
Didefinisikan sebagai kemampuan system produksi untuk menambah kapasitasnya atau meluaskan variasi produk yang dapat ditangani.
E. PADUAN SISTEM “JIT dan CIM” DALAM FLEKSIBELITAS
Sistem manufaktur yang teritegrasi adalah system yang seluruh kegiatan di koordinasikan satu sama lain. Integrasi ini mencakup spectrum manufaktur dan pada spectrum hubungan pemasok, perusahaan dan konsumen. Pilar yang menunjang system terintegrasi adalah Just intime, Total Qualiti Management (TQM), dan Computer Integrated Manufacturing, (Halim,AH., 1994). Suatu system yang terintegrasi dengan baik akan menapatkan total waktu proses yang lebih pendek, untuk melakukan koordinasi maka fungsi pemasaran, pembelian dan rancang bangun harus didekatkan dengan fungsi manufaktur yang tidaklain merupakan fungsi yang terkena dampak variabilitas tersebut. JIT dan CIM dalam usaha peningkatan fleksibelitas system manufaktur mempunyai konsep dan pendekatan yang berbeda. JIT terfokus pada cara meminimumkan tingkat persediaan atau zero Inventory. Terjadinaya variabilitas dapat ditekan dengan konsep JIT yaitu dengan melakukan kerja sama yang erat dengan pemasok agar pengiriman bahan lebih bisa dipastikan, melakukan tindakan presensif/ penangulangan dalam pemeliharaan, standarisasi rancangan komponen, peralatan penjadwalan produksi dan sebaginya. Sedangkan pendekatan CIM memberikan variabilitas itu terjadi dan kemudian mengatasi variabilitas tersebut dititik dampak yaitu disfungsi manufaktur. Otomatisasi, peningkatan kemampuan komputer, robot, CNC, dan teknologi tinggi adalah langkah untuk memperbaiki tingkat integrasi system manufaktur dengan seluruh fungsi perusahaan, yang antara lain: Perancangan, Perencanaan proses, perencanaan produksi, pengendalian produksi, pemasaran, akunting dan sebagainya.
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa konsep JIT dan CIM adalah suatu konsep yang saling melengkapi untuk mencapai tingkat integrasi perusahaan/pabrik. Tingkat integrasi yang tinggi akan dapat memperbaiki tingkat fleksibilitas perusahaan yang selalu dihadapkan pada lingkungan yang selau berubah. Dua pendekatan JIT dan CIM mempunyai kesamaan tujuan dan perbedaan pendekatan.Bila dilakukan penggabunagan pendekatan dalam usaha untuk mencapai tingkat fleksibilitas yang tinggi maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat yang maksimum.
Konsep JIT terfokus pada penurunan tingkat persediaan dan berusaha menekan terjadinya variabilitas dengan cara melakukan kerjasama yang erat dengan fungsi manufaktur. Dan konsep CIM berusaha mengakomodasi variabilitas dan mengatasinya dengan meningkatkan integrasi system manufaktur secara otomatis dengan memanfaatkan sarana komputer, robot, dan teknologi tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chatile, A.K., And Narang, G.S., Just in Time Managemen For World Class Manufacturing :The Japenis Way, Malka Ganj, New Delhi,Publication 1991.
2. Halim, A.H., Makalah Seminar “Konsep Fleksibilitas Dalam Sistem Manufaktur”, Seminar Sistem Produksi III,ITB,bandung,1994.
3. Setiasyah, I., Makalah Seminar “Pengintegrasian Pulau-pulau Otomasi:, Seminar Sistem Produksi III, ITB,Bandung,1994.
4. Tomkins, J.A., Modularity and Fleksibility :Dealing With Future Shock in Facility Design” International Journal Industrial Engineering, 78-81, 1980.
5. Wignjosubroto, S.,Makalah Seminar Sistem Produksi Tepat Waktu :Tantangan Dalam Menghadapi Sistem Produksi manufaktur Masa Depan”, Seminar Sistem Produksi III, ITB, Bandung, 1994
6. Wonoyudo, D.B., Bahan Kuliah S2 Teknik Industri, ITS, Surabaya.
Dapat disimpulkan bahwa konsep JIT dan CIM adalah suatu konsep yang saling melengkapi untuk mencapai tingkat integrasi perusahaan/pabrik. Tingkat integrasi yang tinggi akan dapat memperbaiki tingkat fleksibilitas perusahaan yang selalu dihadapkan pada lingkungan yang selau berubah. Dua pendekatan JIT dan CIM mempunyai kesamaan tujuan dan perbedaan pendekatan.Bila dilakukan penggabunagan pendekatan dalam usaha untuk mencapai tingkat fleksibilitas yang tinggi maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat yang maksimum.
Konsep JIT terfokus pada penurunan tingkat persediaan dan berusaha menekan terjadinya variabilitas dengan cara melakukan kerjasama yang erat dengan fungsi manufaktur. Dan konsep CIM berusaha mengakomodasi variabilitas dan mengatasinya dengan meningkatkan integrasi system manufaktur secara otomatis dengan memanfaatkan sarana komputer, robot, dan teknologi tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chatile, A.K., And Narang, G.S., Just in Time Managemen For World Class Manufacturing :The Japenis Way, Malka Ganj, New Delhi,Publication 1991.
2. Halim, A.H., Makalah Seminar “Konsep Fleksibilitas Dalam Sistem Manufaktur”, Seminar Sistem Produksi III,ITB,bandung,1994.
3. Setiasyah, I., Makalah Seminar “Pengintegrasian Pulau-pulau Otomasi:, Seminar Sistem Produksi III, ITB,Bandung,1994.
4. Tomkins, J.A., Modularity and Fleksibility :Dealing With Future Shock in Facility Design” International Journal Industrial Engineering, 78-81, 1980.
5. Wignjosubroto, S.,Makalah Seminar Sistem Produksi Tepat Waktu :Tantangan Dalam Menghadapi Sistem Produksi manufaktur Masa Depan”, Seminar Sistem Produksi III, ITB, Bandung, 1994
6. Wonoyudo, D.B., Bahan Kuliah S2 Teknik Industri, ITS, Surabaya.
7.www.google.com
0 komentar:
Posting Komentar